News Summary, May 23-29, 2016


Pemerintah diminta untuk turun tangan dan proaktif dalam mengevaluasi kinerja BHP Billiton dengan memanggil perusahaan tambang asal Australia tersebut.

Hal ini terkait rencana perusahaan tersebut untuk hengkang dari Indonesia. ”Tidak bisa main pergi begitu saja, harus sesuai aturan,” kata anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto di Jakarta kemarin. Dito mengatakan, kewajiban- kewajiban itu sudah tertuang dalam kontrak karya ketika mendapat izin penambangan. Pemerintah juga didesak untuk tidak begitu saja menyetujui keputusan BHP angkat kaki dari Indonesia tanpa kompensasi apa pun.

Kompensasi itu bisa diserahkan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Senada dengan Dito, pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, semestinya BHP Billiton menaati aturan main dalam melakukan bisnisnya, terutama mengenai investasi mereka di Indonesia.

”Di dalam bisnis itu ada aturan mainnya, kalau mereka sudah sekian tahun belum produksi dan terus keluar, tentu kan ada punishment . Misalnya, dalam bentuk share -nya harus diberikan ke perusahaan nasional sekian persen,” kata Komaidi.

Di Indonesia saat ini BHP Billiton tercatat sebagai pemilik 76 persen saham PT IndoMet Coal (IMC). Sisa sahamnya dimiliki PT Adaro Energy Tbk. IMC tercatat memegang tujuh konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) di Kalimantan yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal, dan PT Maruwai Coal.

BHP Billiton merupakan pemegang saham terbesar di proyek IMC yang berada di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Selanjutnya pada 2010, BHP Billiton melepas 25 persen saham PT IMC ke PT Adaro Energy Tbk senilai USD335 juta. Melakukan eksplorasi sejak 1997, IMC baru melakukan penjualan komersial batu bara perdana pada September 2015. Sementara enam proyek lainnya masih belum menghasilkan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi danSumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot membenarkan pertemuan dengan petinggi BHP belum membicarakan rencana pelepasan saham. ”Mereka belum mengatakan begitu. Jadi eksekusinya belum jelas dan tidak bisa diomongkan begitu (mau melepas saham),” ungkap dia. (rai)

 

ESDM Ancam Ambil Alih Proses Lelang Listrik 35.000 MW

Sindonews.com, 26 May 2016

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengancam akan mengambil alih proses lelang pembangkit listrik untuk proyek 35.000 MW, jika PT PLN tidak segera mengubah cara kerjanya dan segera mempercepat proses lelang. Pasalnya, jika PLN tidak segera memproses lelang maka proyek prestisius tersebut terancam molor dari target 2019.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko menuturkan, pemerintah saat ini tengah berpikir untuk mencari pola pengadaan dan lelang yang lebih cepat. Skema pengadaan tersebut bisa dilakukan pemerintah langsung atau melalui badan usaha.

“‎Ada pemikiran lelang (pembangkit listrik 35.000 MW) lebih cepat bagaimana. Apabila PLN tidak melakukan dengan cepat seperti yang diharapkan, maka kita akan mencoba mencari pola pengadaan yang lebih cepat. Apakah nanti pemerintah langsung atau badan usaha langsung,” kata dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Menurutnya, proses lelang seharusnya sudah selesai seluruhnya tahun ini. Namun, PLN beberapa waktu lalu justru membatalkan proses lelang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa V. Padahal, pembangkit itu memiliki kapasitas setara dengan PLTU Batang dan termasuk pembangkit terbesar dalam proyek 35.000 MW.

“Kan harusnya lelang sudah beres semua tahun ini. Kalau enggak beres gimana? Kan sampai 2019 pokoknya on schedule. Ini akan cari jalan,” imbuh dia.

Sujatmiko menambahkan, jika memang proses lelang pembangkit akan diambil alih pemerintah, maka pemerintah akan membuat peraturan baru mengenai hal tersebut. Namun saat ini, pemerintah belum memutuskan apapun dan tengah mengkaji jalan terbaik atas permasalahan tersebut.

“Ya nanti kalau diperlukan (peraturan baru) akan dibuat. Pemerintah‎ akan buat kebijakan agar target tidak mundur. Ya sedang dikaji cara terbaik untuk lelang ya,” tutur dia.

PLN sendiri baru menyerahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) pada 20 Mei 2016, setelah sebelumnya diultimatum Kementerian ESDM. Padahal, RUPTL menjadi salah satu penentu keberlangsungan proyek kelistrikan 35.000MW.

Sebab, proses lelang pembangkit tidak akan bisa dilaksanakan jika belum diselesaikan, karena RUPTL merupakan acuan untuk pelelangan pembangkit. (izz)

 

Ini Dua Isu Penting Yang Jadi Sorotan API-IMA

Bisnis.com, 26 May 2016

Bisnis.com, JAKARTA - Dunia pertambangan Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada dua isu penting, yakni revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta rencana penerapan moratorium lahan tambang.

Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesian Mining Association (API-IMA) Ido Hutabarat mengatakan revisi UU Minerba dan Moratorium adalah dua hal penting yang sedang menjadi perhatian pihaknya.

“Dua hal ini sangat penting untuk API-IMA dan masyarakat pertambangan,” katanya dalam acara  Pisah Sambut Pengurus Lama dan Pengurus Baru API-IMA di Hotel JS Luwansa, Kamis (26/5/2016).

Untuk masalah revisi UU Minerba, pihaknya telah menyampaikan kajian dan pendapatnya kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya. Dia berharap pemerintah bisa mempertimbangkan setiap usul yang diberikan API-IMA.

“Dalam kajian mengenai revisi UU Minerba ini, standing point kami tetap sebagai mitranya pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan moratorium tambang, dia berharap ada diskusi lebih lanjut dengan pemerintah untuk menjelaskan konsep moratorium yang dimaksud.

“Saya harap kami dan pemerintah bisa segera mulai berdiskusi apa yang dimaksud moratorium tambang oleh pemerintah,” tuturnya.

 

RUU Minerba versi pemerintah siap dibahas

Kontan.co.id, 27 May 2016

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan siap membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 04 tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Adapun substansinya, sudah disiapkan oleh Kementerian ESDM.

Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, tim Dirjen Minerba dengan substansi dan secara informal sudah berbicara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Badan Legislatif (Baleg) sepakat untuk segera membahas Uu Minerba tersebut.

“Secara informal juga sudah ada kesepakatan. Pokoknya nanti jalan sama-sama, kelihatanya ada satu kesepakatan. Tahun ini harus selesai (Revisi Uu Minerba), secara subtansi insya allah sudah siap. Dan secara informal sudah ada komunikasi dan saling memahami,” kata Sudirman di Kantor Dirjen MInerba, Jumat (27/5).

Sudirman bilang, apabila pihaknya diminta menyediakan draft RUU Minerba sebagai inisiatif pemerintah, maka kementeriannya siap menjalankan. Cuma, Sudirman belum bisa memastikan kapan pembahasan RUU Minerba ini akan dibahas.

“Tapi Pokoknya kami inginnya jalan bareng-bareng, siapa yang bisa ngisi yang kita isi. Kemudian, kalau diminta untuk di depan, kami siap. Kalau diminta untuk menjadi makmum, kami siap juga. Karena dua-duanya mempunyai kewenangan. Baik inisiatif dari DPR maupun pemerintah,” imbuh Sudirman.

Sudirman menambahkan, secara keseluruhan Uu Minerba ini harus merespons situasi yang berbeda ketika UU itu diundangkan. Hal itu sebagai upaya mendorong industri bisa terkonsolidasi.

Sehingga, lanjut Sudirman, komoditas pertambangan kembali bergairah lantaran tekanan harga komoditi yang dalam waktu jangka pendek tidak akan ada perbaikan.

“Itu yang harus direspons Undang-Undang. Termasuk dalam soal-soal bagaimana policy hilirisasi, bagaimana kontrak-kontrak ke depan harus ditata kembali,” tandasnya.

Last modified on February 1, 2017, 10:11 am | 426